Sabtu, 02 Juni 2012

perlindunan konsumen


Nama kelompok        :  Ahrars bawazier 29210101
                                       Dilla detari 22210016
                                       Ratna sari 25210672
                                       Risky nailuvar 26210179
                                       Yesi kurniawati 28210672

Judul: perlindungan konsumen di Indonesia
Pengarang: janus sidabalok
 
Gambaran:  “  Perlindungan Konsumen “.
Didalam pembuatan pembahasan ini, kami berusaha menguraikan dan menjelaskan tentang perlindungan terhadap konsumen. yang menjadikelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Hal initerutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen.


BAB IPENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
 Perlindungan konsumen
adalah jaminan yang seharusnya didapatkan oleh parakonsumen atas setiap produk bahan makanan yang dibeli. Namun dalam kenyataannya saat inikonsumen seakan-akan dianak tirikan oleh para produsen. Dalam beberapa kasus banyak ditemukan pelanggaran-pelanggaran yang merugikan para konsumen dalam tingkatan yangdianggap membahayakan kesehatan bahkan jiwa dari para konsumen.Beberapa contohnya adalah :
Makanan kadaluarsa yang kini banyak beredar berupa parcel dan produk-produk kadaluarsa pada dasarnya sangat berbahaya karena berpotensi ditumbuhi jamur dan bakteriyang akhirnya bisa menyebabkan keracunan.
Masih ditemukan ikan yang mengandung formalin dan boraks, seperti kita ketahui bahwakedua jenis cairan kimia ini sangat berbahaya jika dikontaminasikan dengan bahan makanan,ditambah lagi jika bahan makanan yang sudah terkontaminasi dengan formalin dan borakstersebut dikonsumsi secara terus-menerus akibat ketidaktahuan konsumen makakemungkinan besar yang terjadi adalah timbulnya sel-sel kanker yang pada akhirnya dapatmemperpendek usia hidup atau menyebabkan kematian.
Daging sisa atau bekas dari hotel dan restoran yang diolah kembali, beberapa waktu lalu public digemparkan dengan isu mengenai daging bekas hotel dan restoran yang diolahkembali atau dikenal dengan sebutan daging limbah atau daging sampah. Mendengar namanya saja kita akan merasa jijik dan seakan-akan tidak percaya pada hal tersebut, namunfakta menyebutkan bahwa dikawasan cengkareng, Jakarta Barat telah ditemukan sertaditangkap seorang pelaku pengolahan daging sampah. Dalam pengakuannya pelakumenjelaskan tahapan-tahapan yang ia lakukan, yaitu ; Limbah daging dibersihkan lalu dicucidengan cairan formalin, selanjutnya diberi pewarna tekstil dan daging digoreng kembalisebelum dijual dalam berbagai bentuk seperti sup, daging empal dan bakso sapi. Dan halyang lebih mengejutkan lagi adalah pelaku mengaku bahwa praktik tersebut sudah ia jalaniselama 5 (lima) tahun lebih.

Produk susu China yang mengandung melamin. Berita yang sempat menghebohkan publik China dan juga Indonesia adalah ditemukannya kandungan melamin di dalam produk- produk susu buatan China. Zat melamin itu sendiri merupakan zat yang biasa digunakandalam pembuatan perabotan rumah tangga atau plastik. Namun jika zat melamin inidicampurkan dengan susu maka secara otomatis akan meningkatkan kandungan protein padasusu. Walaupun demikian, hal ini bukan menguntungkan para konsumen justru sebaliknyahal ini sangat merugikan konsumen. Kandungan melamin yang ada pada susu inimenimbulkan efek samping yang sangat berbahaya. Faktanya banyak bayi yang mengalami penyakit-penyaktit tidak lazim seperti, gagal ginjal, bahkan tidak sedikit dari mereka yangmeninggal dunia.Dari keempat contoh diatas dapat kita ketahui bahwa konsumen menjadi pihak yang paling dirugikan. Selain konsumen harus membayar dalam jumlah atau harga yang bolehdikatakan semakin lama semakin mahal, konsumen juga harus menanggung resiko besar yangmembahayakan kesehatan dan jiwanya hal yang memprihatinkan adalah peningkatan harga yangterus menerus terjadi tidak dilandasi dengan peningkatan kualitas atau mutu produk.Hal-hal tersebut mungkin disebabkan karena kurangnya pengawasan dari Pemerintahserta badan-badan hukum seperti Dinas kesehatan, satuan Polisi Pamong Praja, serta dinasPerdagangan dan Perindustrian setempat. Eksistensi konsumen tidak sepenuhnya dihargai karenatujuan utama dari penjual adalah memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya dalam jangka pendek bukan untuk jangka panjang.Oleh karena itu, kami menyusun makalah ini yang berisi tentang Perlindungankonsumen. Dalam makalah ini kami akan menjelaskan lebih lanjut serta membuat solusi yangmungkin akan berguna bagi pembaca khususnya mahasiswa/I dimasa yang akan datang.


Landasan teori: 
BAB IIPEMBAHASAN2.1 Pengertian dan Azas Perlindungan Konsumen
Pada hakekatnya, terdapat dua instrumen hukum penting yang menjadi landasankebijakan perlindungan konsumen di Indonesia yakni Pertama, Undang-Undang Dasar 1945,sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, mengamanatkan bahwa pembangunannasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tujuan pembangunannasional diwujudkan melalui sistem pembangunan ekonomi yang demokratis sehingga mampumenumbuhkan dan mengembangkan dunia yang memproduksi barang dan jasa yang layak dikonsumsi oleh masyarakat. Kedua, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang PerlindunganKonsumen (UUPK). Lahirnya Undang-undang ini memberikan harapan bagi masyarakatIndonesia, untuk memperoleh perlindungan atas kerugian yang diderita atas transaksi suatu barang dan jasa.Pembangunan dan perkembangan perekonomian serta pengaruh globalisasi dan kemajuanteknologi telah membawa pengaruh kepada setiap aspek kehidupan manusia, khususnya di bidang perindustian dan perdagangan yang menghasilkan barang jasa dalam pemenuhankebutuhan hidup. Kondisi tersebut membawa keuntungan bagi pelaku usaha khususnyakonsumen karena semakin terbuka peluang untuk mendapatkan barang atau jasa dengan hargayang kompetitif. Namun di sisi lain ternyata juga menimbulkan pengaruh negative karenamengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah. Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraupkeuntungan yang sebesarbesarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen.Dengan adanya UU Perlindungan Konsumen ini sudah cukup representatif apabila telahdipahami oleh semua pihak, karena di dalamnya juga memuat jaminan adanya kepastian hukum bagi konsumen, meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen,meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri,mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif  pemakaian barang dan/atau jasa, meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen. Kemudian di dalam UU Perlindungan
 
Konsumen pun, diatur tentang pelarangan bagi pelaku usaha yang tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label.Semakin terbukanya pasar sebagai akibat dari proses mekanisme pasar yang berkembangadalah hal yang tak dapat dielakkan. Seringkali dalam transaksi ekonomi yang terjadi terdapat permasalahan-permasalahan yang menyangkut persoalan sengketa dan ketidakpuasan konsumenakibat produk yang di konsumsinya tidak memenuhi kualitas standar bahkan ada yangmembahayakan. Karenanya, adanya jaminan peningkatan kesejahteraan masyarakat sertakepastian atas mutu, jumlah, dan keamanan barang dan jasa yang diperolehnya di pasar menjadiurgen.Masih segar di ingatan, hebohnya kasus formalin pada makanan, ditariknya produk  pengusir nyamuk HIT karena dikhawatirkan mengandung bahan yang berbahaya bagi keamanandan keselamatan konsumen. Juga kasus minuman isotonik yang mengandung zat pengawet berbahaya yang disinyalir oleh Lembaga Komite Masyarakat Anti Bahan Pengawet (KOMBET)yang di supervisi oleh LP3ES Jakarta di tahun-tahun lalu ketika meneliti sejumlah produk minuman isotonik, hasilnya menginformasikan bahwa sejumlah minuman isotonik mengandungzat pengawet berbahaya yakni natrium benzoat dan kalium sorbet yang bisa menyebabkan penyakit yang dalam ilmu kedokteran disebut Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu penyakit nan mematikan yang dapat menyerang seluruh tubuh atau sistem internal manusiaketika antibodi yang seharusnya melindungi tubuh manusia malah menggerogoti manusia itusendiri. Sekarang heboh jamu berbahaya, kosmetik berbahaya, makanan-minuman mengandungsusu produk RRC yang berbahaya, beras mengandung bahan pengawet berbahaya danseterusnya. Apa yang salah, sehingga kejadian seperti selalu berulang, ke manakah peran pengawasan dari instansi-instansi yang berwenang mengeluarkan izin produksi, izin berlaku dan beredarnya suatu produk? Sebuah tanda tanya besar. Jelas konsumen lagi-lagi menjadi korban.Berdasarkan pasal 2 UU No 8 Tahun 1999 disebutkan bahwa azas PerlindunganKonsumen adalah:1. Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungankonsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,2. Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal danmemberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya danmelaksanakan kewajibannya secara adil,
 
3. Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelakuusaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas keamanan dankeselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barangdan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;5. Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum danmemperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negaramenjamin kepastian hukum.Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumenakan haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen.Oleh karena itu, Undang-Undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan untuk menjadi landasanhukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakatuntuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pendidikan dan pembinaan konsumen.Upaya pemberdayaan ini penting karena tidak mudah mengharapkan kesadaran pelaku usahayang pada prinsip ekonomi pelaku usaha adalah mendapat keuntungan yang semaksimalmungkin dengan modal seminimal mungkin. Prinsip ini sangat potensial merugikan kepentingankonsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung.
2.2 Hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha
 Hak-hak konsumen telah diatur secara jelas dalam UU Nomor 8 Tahun 1999, Namun,memang pada realitanya, terkadang konsumen seringkali berada pada posisi yang kurangmenguntungkan dan daya tawarnya lemah. Ini karena mereka belum memahami hak-hak merekadan terkadang sudah menganggap itu persoalan biasa saja. Untuk itu mesti di bangun gerakansecara massif antar elemen masyarakat yang care terhadap advokasi kepentingan konsumensehingga hak-hak konsumen dapat diperjuangkan.Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah :1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebutsesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
 
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasayang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.Untuk itu, konsumen pun perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian,kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya. Sosialisasi perlindungankonsumen mesti di lakukan terutama untuk strata sosial menengah ke bawah, dengan asumsi bahwa untuk konsumen dari strata menengah ke bawah inilah yang lebih rentan terhadapmasalah-masalah yang memerlukan perlindungan konsumen akibat ketidakpahaman mereka.Keberpihakan kepada konsumen dimaksudkan untuk meningkatkan sikap peduli yang tinggiterhadap konsumen (wise consumerism). Untuk peningkatan kesadaran dan kewaspadaankonsumen, konsumen juga memiliki kewajiban untuk:1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.Piranti hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya perlindungan konsumen dapat mendorong iklim perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang dan atau jasa yang berkualitas. Pelaksanaan Undang-undang Perlindungan konsumen tetap memberikan perhatian khusus kepada pelaku usaha kecil dan menengah. Hal ini dilakukan melalui upaya pembinaan dan penerapan sanksi atas pelanggarannya.
 
Oleh karena itu, dalam menjalankan usahanya pelaku usaha juga mempunyai beberapahak dan kewajiban seperti berikut:Hak pelaku usaha adalah :a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dannilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketakonsumen;d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumentidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.Kewajiban pelaku usaha adalah :a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya; b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barangdan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkanketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yangdiperdagangkan;f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; memberikompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima ataudimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
2.3 Peran Lembaga Perlindungan Konsumen dan Lembaga Pengawasan
Dalam hal ini, peran lembaga yang bergerak di bidang perlindungan konsumen menjadi penting, peran-peran ini diakui oleh pemerintah. Lembaga perlindungan konsumen yang secaraswadaya didirikan masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen. Lembaga perlindungan konsumen berperan untuk menyebarkaninformasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian

konsumen dalam mengkonsumsi barang dan jasa, memberikan nasihat kepada konsumen yangmemerlukannya, serta bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen, membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen, melakukan pengawasan bersama pemerintah danmasyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen.Sedangkan Lembaga Pengawasan dalam peranannya dapat dinilai sebagai yang bertanggungjawab terhadap pengawasan peredaran barang-barang dan jasa yang dikonsumsimasyarakat yaitu yang ada pada badan BPOM dan departemen terkait yang mengeluarkan izin produksi, perdagangan dan peredaran suatu produk. Mestinya pihak-pihak ini teliti sebelummengeluarkan izin terhadap suatu produk, jangan sampai di ‘kibuli’ pengusaha, yang akhirnyarakyat dirugikan oleh hadirnya produk yang membahayakan. Padahal seperti kasus formalin,HIT dan juga minuman isotonik misalnya, ini kan kasus yang sebenarnya sudah lama diketahui,namun ketika media ramai-ramai mengangkatnya, barulah mereka bergerak. Untuk konteksdaerah, BPOM dan dinas-dinas terkait juga selalu reaktif dalam menanggapi persoalan.Seharusnya mereka lebih proaktif dan antisipatif, bukan menunggu telah muncul kasus ke permukaan akibat keluhan konsumen baru mereka bertindak. Kemudian, problem pembinaanterhadap pelaku usaha juga mesti diperhatikan agar tumbuh kesadaran mereka untuk tidak memproduksi produk-produk yang tidak berkualitas dan menjualnya kepada konsumen. Lebihlanjut, penindakan secara hukum mesti tegas agar tidak menjadi preseden buruk dan kejadiannya berulang.

BAB III

PENUTUP: 3.1 Kesimpulan terhadap Perlindungan Konsumen
Dengan adanya UU Perlindungan Konsumen ini sudah cukup representatif apabila telahdipahami oleh semua pihak, karena di dalamnya juga memuat jaminan adanya kepastian hukum bagi konsumen, meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen,meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri,mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif  pemakaian barang dan/atau jasa, meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen. Factor utama yang menjadikelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Hal initerutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen.

Kesimpulan dan saran : 1. Pemenuhan hak-hak konsumen sebagai salah satu pelaku usaha sehingga terciptakenyamanan dalam transaksi perdagangan2. Mempertegas tanggungjawab pelaku usaha sebagaimana diatur dalam undang-undangsehingga tidak merugikan konsumen3. Pemerintah bertanggungjawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumenyang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannyakewajiban konsumen dan pelaku usaha.4. Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundangundangannya diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat,dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.

Referensi:
Buku: hukum perlindungan
Yusuf Sofie, 2000, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, PT. CitraAditya Bakti, BandungSudaryatmo, 1999, Hukum dan Advokasi Konsumen, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung’’http://www.scribd.com/doc/18545014/makalah-perlindungan-konsumenhttp://www.pemantauperadilan.com/delik/16-PERLINDUNGAN%20KONSUMEN.pdf Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen


Tidak ada komentar:

Posting Komentar