MENGENAL
HUKUM PERJANJIAN
Judul:
mengenal hukum perjanjian
Pengarang:
Ringga ari, suryadi
Kelas
2EB05
- Rizky Nailuvar (26210179)
- Ratna Sari (25210672)
- Yesi Kurniati (28210624)
- Ahrar Bawazier (29210101)
- Dilla Oetari D (22210016
- Rizky Nailuvar (26210179)
- Ratna Sari (25210672)
- Yesi Kurniati (28210624)
- Ahrar Bawazier (29210101)
- Dilla Oetari D (22210016
Abstrak
Hukum perjanjian tidak hanya
mengatur mengenai keabsahan suatu perjanjian yang di buat oleh para pihak,
tetapi juga akibat dari perjanjian tersebut, penafsiran, dan pelaksanaan
dari perjanjian yang dibuattersebut. Pengaturan hukum perjanjian dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, dapatditemukan di dalam Buku III Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata dan di atur secarakhusus dari pasal 1313 hingga
sampai pasal 1351 dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata dengan subjudul besar “bab
II: perikatan
-perikatan yang di lahirkan dari
kontrak atau
persetujuan”. Hukum perjanjian
merupakan bagian dari hukum perikatan ynag lebih luas cakupannya.
Pendahuluan
Menurut ketentuen pasal 1313 Kitab
Undang-
Undang Hukum Perdata, “
Perjanjianadalah suatu perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang atau lebih.”
Definisi ini jelas telah menunjukkan
telah terjadi persetujuan ( persepakatan) antarapihak yang satu ( kreditor) dan
pihak yang lain (debitor ). Dengan kata lain perjanjianmengakibatkan seseorang
mengikatkan dirinya kepada orang lain. Dengan perjanjian inilahirlah kewajiban
atau prestasi dari satu atau lebih orang (pihak) atas satu atau lebih orang (pihak) lainnya yang berhak atas prestasi tersebut
yang merupakan perikatan yang harus dipenuhi oleh orang atau subjek
hukum tersebut. Rumusan tersebut memberikan konsekuensihukum bahwa dalam suatu
perjanjian akan selasu ada dua pihak yaitu: kreditor dan debitor
pembahasan
MENGENAL HUKUM PERJANJIAN
A. apakah sesungguhnya
perjanjian? Apa pula beda dengan perikatan?
Pada prinsipnya perjanjian adalah
suatu pristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain, atau dimana dua
pihak saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Sedangkan perikatan adalah
suatu hubungan hukum antara dua pihak, dimana pihak yang satu berhak menuntut
sesuatu hal dari pihak lain dan yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan
tersebut.
Berangkat dari devinisi diatas dapat
disimpulkan bahwa suatu perjanjian akan menimbulkan perikatan.
Perjanjian
sering disebut juga sebagai persetujuan, karena kedua pihak setuju untuk
melaksanakan sesuatu. Sedangkan Kontrak adalah perjanjian yang sifatnya
tertulis.
B. Bagaimana syarat syah suatu
perjanjian?
Berdasarkan pasal 1320 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata, terdapat 4 syarat suatu perjanjian dinyatakan syah
secara hokum,yaitu:
1.Adanya kesepakatan untuk
mengingatkan diri.
Bahwa semua pihak menyetujui materi
yang diperjanjikan,tidak ada paksaan atau dibawah tekanan.
2.Para pihak mampu membuaaaat suatu
perjanjian.
Kata Mampu dalam
hal ini adalah bahwa para pihak telah dewasa, tidak dibaawah pengawasan karena
perilaku yang tidak stabil dan bukan orang-orang yang dalam undang-undang
dilarang membuat suatu perjanjian tertentu.
3.Ada hal yang diperjajikan.
Perjanjian yang dilakukan menyangkut
obyek/hal yang jelas.
4.Dilakukan atas sebab yang halal.
Adalah bahwa perjanjian dilakikan
dengan itikad baik bukan bukan ditujukan untuk suatu kejahatan.
Pasal
1331(1) KUH Perdata: semua perjanjian yang syah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya.
Ada 2 akibat yang dapat terjadi jika suatu perjanjian tidak
memenuhi syarat diatas:
1.Apabila perjanjian yang dilakukan
obyek/perihalnya tidak ada atau tidak didasari pada itikad yang baik, maka
dengan sendirinya perjanjiaan dianggap tidak pernah ada, dan lebih lanjut para
pihak tidak memiliki dasar penuntutan didepan hakim.
2.Sedangkan untuk perjanjian yang
tidak memenuhi unsur subyektif seperti perjanjian dibawah paksaan dan atau
terdapat pihak dibawah umur atau dibawah pengawasan, maka perjanjian ini dapat
dimintakan pembatalan(kepada hakim) oleh pihak yang tidak mampu termasuk wali
atau pengampunya. Dengan kata lain, apabila tidak dimintakan pembatalan maka
perjanjian tersebut tetap mengikat para pihak.
C. Kapan perjanjian mulai dinyatakan
berlaku?
Pada prinsipnya, Hukum perjanjian
menganut Asas Konsensualisme, artinya bahwa
perikatan timbul sejak terjadi kesepakatan para pihak.
Misal: Pada saat terjadi musyawarah penanganan masalah, pelaku
menyatakan bahwa bahwa ia akan mengembalikan dana tersebut bulan depan. Maka,
sejak ia menyatakan kesediaannya, sejak itulah perikatan terjadi atau berlaku,
bahkan bila pada saat itu tidak dilengkapi dengan adanya pernyataan tertulis.
D.
Bagaimana jika salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian(wan prestasi)?
Ada 4 akibat yang dapat terjadi jika
salah satu pihak melakukan wan prestasi yaitu:
1.Membayar kerugian yang diderita
oleh pihak lain berupa ganti-rugi.
2.Dilakukan pembatalan perjanjian.
3.Peralihan resiko.
4.Membayar biaya perkara jika sampai
berperkara dimuka hakim.
Mencari pengakuan akan kelalaian
atau wan prestasi tidaklah mudah. Sehingga apabila yang bersangkutan menyangkal
telah dilakukannya wan prestasi dapat dilakukan pembuktian didepan pengadilan.
Sebelum kita melangkah pada proses pembuktian dipengadilan, terdapat
langkah-langkah yang dapat kita tempuh yaitu dengan membuat surat peringatan
atu teguran , yang biasa dikenal dengan istilah SOMASI.
Pedoman penting dalam menafsirkan
suatu perjanjian”:
1.Jika kata-kata dalam perjanjian
jelas, maka tidak diperkenankan menyimpangkan dengan penafsiran,
2.Jika mengandung banyak penafsiran,
maka harus diselidiki maksud perjanjian oleh kedua pihak, dari pada pemegang
teguh arti kata-kata,
3.Jika janji berisi dua pengertian,
maka harus di pilih pengertian yang memungkinkan janji dilaksanakan,
4.Jika kata-kata mengandung dua
pengertian, maka dipilih pengertian yang selaras dengan sifat perjanjian,
5.Apa yang meragukan, harus
ditafsirkan menurut apa yang menjadi kebiasaan,
6.Tiap janji harus ditafsirkan dalam
rangka perjanjian seluruhnya
Kesimpulan
Setiap orang boleh mengadakan perjanjian apa
saja, baik yang sudah diatur maupun yangbelum
di atur dalam undang-undang. Akan tetapi kebebasan tersebut di batasi oleh tiga
hal,yaitu tidak dilarang undang-undang,
tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar