Jumat, 15 April 2011

SWASEMBADA PANGAN DI ERA SBY

PENDAHULUAN
puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas ini. Tidak lupa saya ucapkan kepada guru pembimbing yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis angat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga sengan selesainya tugas ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman. Amin!

PEMBAHASAN
dalam materi kali ini saya akan membhas tentang swasemabada pangan di era sby,pendapatan petani Indonesia yang memiliki luas sawah 0,5 hektare kalah dibandingkan dengan upah bulanan buruh industri di kota besar. Para petani yang memiliki tanah/sawah 0,5 hektare untuk sekali musim tanam memerlukan biaya produksi sebanyak Rp 2,5 juta, termasuk biaya sarana produksi, upah pekerja, pemeliharaan, dan lain-lain.

SWASEMBADA PANGAN DI ERA SBY
Swasembada Pangan Di Era Pemerintahan SBY
Keberhasilan Semu SBY di Sektor Pertanian Perspektif Pertanian Indonesia
________________________________________
Pentingnya pencapaian swasembada beras, perlu diketahui kedudukan khusus beras dalam menu, budaya, dan politik Indonesia. Beras adalah bahan makanan pokok bagi orang Indonesia. Berbagai bahan makanan lain pengganti beras pernah dianjurkan oleh pemerintah, namun rakyat tidak menyukainya.

Ketika harga beras melonjak sampai pada titik di mana konsumsinya harus dikurangi, penduduk menjadi kekurangan gizi dan kelaparan. Beras adalah pusat dari semua hubungan pertalian sosial.
Radius Prawiro pada tahun 1998 menjabarkan beberapa langkah kunci yang pernah diambil dalam perjalanan ke arah swasembada beras, diantaranya: 1. Bulog, Dewan Logistik Pangan, dan Harga-harga Beras.

Di antara lembaga-lembaga tersebut, Buloglah yang paling berperan dalam pencapaian swasembada beras. Bulog tidak terlibat langsung dalam bisnis pertanian, melainkan hanya dalam urusan pengelolaan pasokan dan harga pada tingkat ansional.

Bulog sengaja diciptakan untuk mendistorsi mekanisme harga beras dengan manipulasi untuk memelihara pasar yang lebih kuat. Selama tahun-tahun pertamanya dalam dekade 70-an, Bulog secara bertahap menaikkan harga dasar beras untuk petani. Pada pertengahan dekade 80-an, ketika Indonesia surplus beras, Bulog mengekspor beras ke luar negeri untuk mencegah jatuhnya harga. Tindakan ini membantu memelihara stabilitas pasar.

2. Teknologi dan Pendidikan. Sejak tahun 1963, Indonesia memperkenalkan banyak program kepada para petani untuk meningkatkan produktivitas usaha tani. Pemerintah berjuang untuk memperkenalkan teknologi pertanian kepada para petani.

Di samping itu, pemerintah juga menekankan pendidikan untuk menjamin teknik dan teknologi baru dimengerti dan digunakan secara benar. Faktor lain yang berperan penting dalam meningkatkan hasil padi adalah peningkatan penggunaan pupuk kimia.

3. Koperasi Pedesaan. Pada tahun 1972, ketika Indonesia kembali mengalami panen buruk, pemerintah menganjurkan pembentukan koperasi sebagai suatu cara untuk memperkuat kerangka kerja institusional. Ada dua bentuk dasar dari koperasi, pada tingkat desa ada BUUD (Badan Usaha Unit Desa).

Pada tingkat kabupaten, ada koperasi serba usaha yang disebut KUD (Koperasi Unit Desa). Koperasi juga bertindak sebagai pusat penyebaran informasi atau pertemuan organisasi.

4. Prasarana. Banyak aspek pembangunan prasarana yang secara langsung ditujukan untuk pembangunan pertanian, dan semuanya secara langsung memberikan kontribusi untuk mencapai swasembada beras. Sistem irigasi merupakan hal penting dalam pembangunan prasarana pertanian. Pekerjaan prasarana lain yang berdampak langsung dalam pencapaian tujuan negara untuk berswasembada beras adalah program besar-besaran untuk pembangunan dan rehabilitasi jalan dan pelabuhan.


Pada masa itu, petani dipaksa bekerja dengan program pertanian modern yang penuh dengan tambahan kimiawi yang merendahkan kualitas kesuburan tanah untuk jangka panjang. Para petani dipaksa bertanam dengan menggunakan sarana produksi pupuk, obat hama, benih, dan lain sebagainya yang dipasarkan oleh beberapa perusahaan MNC/TNC yang mendapatkan lisensi pemerintah.

Penggunaan saprodi produk perusahaan MNC/TNC tersebut harus dibeli petani dengan harga mahal dari tahun ke tahun. Akibatnya, biaya produksi pertanian selalu melambung dan tidak terjangkau oleh petani domestik. Ironisnya, harga jual produk pertanian terutama beras, dikontrol dan dibuat murah harganya oleh pemerintah.

Pemerintah juga sering melakukan praktik dagang menjelang pelaksanaan kebijakan ekonomi yang kontroversial. Stok beras di pasaran dibuat langka baru kemudian harga naik, akhirnya masyarakat dipaksa memahami impor beras yang akan dilakukan oleh pemerintah. Impor beras yang dilakukan oleh pemerintah berdampak dua hal yakni:

Pertama, menurunkan motivasi kerja para petani karena hasil kerja kerasnya akan kalah berkompetisi dengan beras impor di pasaran.

Kedua, menterpurukkan tingkat pendapatan petani domestik yang rendah menjadi sangat rendah.
Selain itu, ada motivasi ekonomi-politik yang sebenarnya disembunyikan di balik logika bisnis impor beras. Impor beras merupakan bentuk kebijakan ekonomi-politik pertanian yang mengacu kepada kepentingan pasar bebas atau mazhab neo-liberalisme.

Kebijakan impor beras adalah pemenuhan kesepakatan AoA (Agreement on Agriculture) WTO yang disepakati oleh Presiden Soeharto tahun 1995 dan dilanjutkan pemerintahan penerusnya sampai sekarang. Butir-butir kesepakatan AoA terdiri dari :1. Kesepakatan market access (akses pasar) komoditi pertanian domestik. Pasar pertanian domestik di Indonesia harus dibuka seluas-luasnya bagi proses masuknya komoditi pertanian luar negeri, baik beras, gula, terigu, dan lain sebagainya.

2. Penghapusan subsidi dan proteksi negara atas bidang pertanian. Negara tidak boleh melakukan subsidi bidang pertanian, baik subsidi pupuk atau saprodi lainnya serta pemenuhan kredit lunak bagi sektor pertanian. 3. Penghapusan peran STE (State Trading Enterprises) Bulog, sehingga Bulog tidak lagi berhak melakukan monopoli dalam bidang ekspor-impor produk pangan, kecuali beras.

Dampak pemenuhan kesepakatan AoA WTO sangat menyedihkan bagi kondisi pertanian lndonesia semenjak 1995 hingga sekarang ini. Sektor pertanian di Indonesia mengalami keterpurukan dan kebangkrutan. Akibat memenuhi kesepakatan AoA WTO, Indonesia pernah menjadi negara pengimpor beras terbesar di dunia pada tahun 1998 sebesar 4,5 juta ton setahun.

Beberapa kalangan aktivis gerakan petani di lndonesia menyebutkan merosotnya produksi beras nasional semenjak tahun 1985-2009 dikarenakan problem warisan struktural pertanian masih melekat dalam kehidupan petani. Di antaranya, semakin banyak petani yang berlahan sempit (menjamumya petani gurem) dan tidak adanya kemajuan teknologi pertanian yang berorientasi ekologis.

Menurut sebuah studi oleh Peter Timmer pada tahun 1975, Konsep kepemilikan lahan rata-rata memang agak kabur pada tingkat mikro karena adanya perbedaan besar dalam hal penggunaan dan kualitas lahan. Namun demikian, fakta yang perlu ditekankan adalah bahwa lebih dari dua pertiga populasi usaha tani hanya memiliki kurang dari setengah hektar lahan untuk bercocok tanam, bahkan mungkin kurang dari sepertiga hektar lahan".

Kemiskinan struktural di Indonesia juga dikemukakan oleh Geertz pada penelitiannya di tahun 1963, yang membawa pada gagasan shared poverty (kemiskinan yang ditanggung bersama). Pekerjaan dan pendapatan dari sektor pertanian dibagi-bagi kepada anggota keluarga, atau desa, sehingga semua mendapat pekerjaan dan makanan, namun tetap miskin.

Geertz secara pesimis menyimpulkan bahwa barangkali tidak mungkin untuk memperbaiki pertanian Indonesia secara signifikan. Karena, tanpa mengubah struktur sosial secara besar-besaran, "Setiap usaha untuk mengubah arah perkembangannya, misalnya menabur pupuk di atas lahan pertanian di Jawa yang sangat sempit, irigasi modern, cocok tanam padat karya dan diversifikasi tanaman, hanya akan menumbuhkan satu hal: paralisis."

Hasil survei Petani Center NGos tahun 2007 menyatakan bahwa tingkat pendapatan petani Indonesia yang memiliki luas sawah 0,5 hektare kalah dibandingkan dengan upah bulanan buruh industri di kota besar. Para petani yang memiliki tanah/sawah 0,5 hektare untuk sekali musim tanam memerlukan biaya produksi sebanyak Rp 2,5 juta, termasuk biaya sarana produksi, upah pekerja, pemeliharaan, dan lain-lain.

Sementara itu, hasil dari produksi beras/padi sawah seluas 0,5 hektare yang dijual, setelah sebagian dijadikan stok logistik rumah tangga, hanya menghasilkan Rp 3,5 juta hingga Rp 4 juta. Jadi, keuntungan bersih hanya Rp 1 juta sampai Rp 2 juta, yang jika dibagi tiga bulan maka rata-ratanya hanya mendapatkan laba Rp 700.000 per bulan. Jika impor beras dilakukan dan harga beras petani semakin anjlok, dapat dibayangkan berapa keuntungan yang akan didapatkan oleh para petani negeri ini.

Presiden SBY adalah seorang doktor pertanian yang pernah menulis tesis tentang revitalisasi pertanian dengan beberapa kesimpulan, di antaranya 1) Untuk membangun kembali pertanian maka intervensi asing semacam IMF dan World Bank harus dinetralisasikan dari bidang pertanian. (2) Pemerintah perlu mengorientasikan kebijakan fiskalnya untuk mendukung sektor pertanian.

(3) Pemerintah perlu memfasilitasi pengembangan pertanian yang berorientasi kepentingan petani dengan penerapan penuh sistem pertanian berkelanjutan. Namun sayangnya keyakinan atau ide cerdas SBY dalam disertasinya berbalik dengan realitas kebijakan ekonomi-politik pertanian yang direncanakan dan diimplementasikan.
Dikutip dari Harian Fajar tgl 1 Juni 2009

Kebijakan pemerintahan SBY saat ini tidak mendukung berkembangnya sektor pertanian dalam negeri. Antara lain, Indonesia telah mengarah ke negara industri, padahal kemampuanya masih di bidang agraris. Misalnya, kedudukan Pulau Jawa sebagai sentra penghasil padi semakin kehilangan potensi karena industrialisasi dan pembangunan perumahan. Konversi tata guna lahan ini merupakan salah satu pemicu merosotnya pertanian Indonesia yang menjadi sumber penghidupan 49 persen warga negara.

Ada sejumlah faktor yang selama ini menjadi pemicu utama terpuruknya sektor pertanian, di antaranya :1. Dari segi sarana dan prasarana, dana pemeliharaan infrastruktur pertanian, tidak ada pembangunan irigasi baru, dan pencetakan lahan baru tidak berlanjut.

2. Dalam hal bebasnya konversi lahan pertanian, pihak pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten tidak disiplin menjalankan pemerintahan dengan mengizinkan pengubahan fungsi pertanian yang strategis bagi ketahanan negara. 3. Dari sisi kebijakan dan politik, penerapan otonomi daerah membuat sektor tanaman pangan terabaikan. Para elite politik membuat kebijakan demi partai, bukan untuk kebijakan pangan rakyat. Keadaan semakin buruk dengan tidak adanya keamanan dan stabilitas yang seharusnya dijalankan aparat penegak hukum.

(Berita Daerah - Nasional) Pada masa kampanye Pemilu legislatif 2009 yang baru lalu ternyata program swasembada pangan memiliki nilai jual yang tinggi bagi partai politik untuk meraih simpati masyarakat.

Beberapa partai politik, yang jelas yakni Partai Keadilan Sejahtera, Partai Demokrat dan Partai Golongan Karya, menjadikan keberhasilan swasembada pangan periode kabinet Indonesia Bersatu saat ini sebagai senjata dalam meraih suara rakyat.

Bermunculanlah iklan-iklan kampanye di media massa seperti televisi, radio maupun media cetak dari partai-partai tersebut yang mengklaim bahwa sukses mencapai swasembada pangan saat ini merupakan buah keberhasilan masing-masing parpol.

Namun bagaimana sesungguhnya kondisi ketahanan pangan nasional dalam lima tahun terakhir atau selama 2005-2009 di bawah pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), benarkah Indonesia telah mencapai swasembada?

Jika menilik komoditas pangan yang dikembangkan di tanah air tentu saja akan terlalu panjang untuk diulas dalam tulisan pendek ini karena begitu banyaknya komoditas tersebut, sehingga hanya tiga produk utama yang akan dibahas yakni beras, gula dan daging.

Dalam Rencana Strategis Departemen Pertanian 2005-2009, pemerintah menetapkan proyeksi pencapaian produksi maupun besarnya konsumsi terhadap seluruh komoditas pangan di dalam negeri.

Khusus untuk padi selama periode 2005-2009, pertumbuhan produksinya diproyeksikan mengalami peningkatan 3,51 persen yakni dari 55,03 juta ton pada tahun 2005 menjadi 63,52 juta
Sementara itu selama jangka waktu lima tahun tersebut konsumsi beras diperkirakan meningkat dari 36,08 juta ton pada tahun 2005 menjadi 37,96 juta ton pada tahun 2009 atau rata-rata meningkat 1,21 persen per tahun.

Untuk konsumsi gula akan meningkat dari 3,30 juta ton pada tahun 2005 menjadi 3,82 juta ton pada tahun 2009 atau rata-rata meningkat 3,57 persen per tahun.

Pertama kali

Menteri Pertanian Anton Apriyantono menyatakan pada 2008 untuk pertama kalinya sejak 1984 Indonesia kembali berhasil mencapai swasembada beras bahkan surplus hingga lebih dari 3 juta ton gabah kering giling (GKG), terutama beras kualitas premium.

Data dari Departemen Pertanian menyebutkan pada 2005 produksi padi secara nasional mencapai 54,15 juta ton kemudian naik menjadi 60,27 juta ton GKG pada 2008.

Sementara itu untuk produksi gula, menurut menteri, Indonesia telah mampu memenuhi kebutuhan gula konsumsi langsung rumah tangga sedangkan untuk memenuhi kebutuhan gula industri masih harus diimpor karena produksi dalam negeri masih rendah.

Dirjen Perkebunan Deptan Achmad Mangga Barani menyebutkan, pada 2008 produksi gula putih nasional mencapai 2,74 juta ton sedangkan kebutuhan hanya 2,7 juta ton.

"Produksi 2009 diharapkan mencapai 2,849 juta ton sehingga ada kelebihan volume. Jika angka itu tercapai maka tidak perlu impor lagi," katanya.

Sedangkan kebutuhan gula industri di dalam negeri sebanyak 1,8 juta ton sementara produksi nasional "raw sugar" (gula bahan baku industri) baru mencapai 100 ribu ton sehingga kekurangannya didatangkan dari luar.

"Namun demikian pada 2014 Indonesia sudah bisa memenuhi sendiri seluruh kebutuhan gula mentah untuk bahan baku industri," katanya.

Mengenai swasembada daging nasional, Direktur Jenderal Peternakan Tjeppy D Soedjana mengatakan, berdasarkan Rencana Starategis Deptan telah ditetapkan paling cepat tahun 2010.

Namun demikian Mentan memperkirakan saat swasembada tercapai sesungguhnya Indonesia masih membutuhkan impor yang jumlahnya, kurang dari 10 persen dari kebutuhan nasional.

Data Ditjen Peternakan menyebutkan, pada 2004 populasi sapi potong sebesar 10,53 juta ekor dan produksi daging 369.711 ton. Pada 2008 populasi naik menjadi 11,86 juta ekor atau meningkat 2,01 persen pertahun dan produksi daging menjadi 418.207 ton atau meningkat 4,30 persen pertahun.

Sayangnya peningkatan produksi daging dalam negeri ini belum bisa menekan laju impor produk ternak. Hingga kini impor daging dan sapi bakalan masih cukup tinggi.

Sekarang Indonesia masih mengimpor sekitar 30 persen dari total kebutuhan. Sapi bakalan sekitar 450 ribu ekor dan 55 ribu ton daging beku.

Untuk mencapai swasembada daging 2010 Mentan mengeluarkan peraturan No:59/Permentan/HK.060/8/2007 tentang Pedoman Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi (P2SDS).

Melalui kegiatan P2SDS diharapkan pada 2010, kebutuhan daging sapi bagi masyarakat sudah dapat dipenuhi dari dalam negeri minimal sebesar 90 persen atau 281,90 ribu ton.

Departemen Pertanian pada 2009 juga telah dialokasikan dana sebesar Rp145 miliar untuk subsidi bunga Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) skala kecil dengan sasaran 200.000 ekor sapi bibit sebagai upaya mempercepat swasembada daging.

Pada 2007, kebutuhan daging sapi di dalam negeri 370,8 ton, sedangkan kapasitas produksi dalam negeri 245,2 ton. Kekurangan 125,6 ton atau 33,9 persen dipenuhi lewat impor.

Dirjen Peternakan Tjeppy D Soedjana mengatakan melalui program percepatan pencapaian swasembada daging, diharapkan pada 2010 impor daging sapi bisa ditekan menjadi 9,8 persen atau 40,6 ribu ton dari total kebutuhan daging sapi dalam negeri 414,3 ribu ton.

Namun demikian pencapaian swasembada daging pada 2010 sepertinya gagal dicapai, bahkan Menteri Pertanian Anton Apriyantono mengakui hal itu.

"Kita tidak perlu malu mengakuinya," kata Mentan dalam rapat nasional Sosialisasi Kegiatan Pertanian 2009 dan Masukan Rencana Kegiatan 2010-2014 beberapa waktu silam.

Pada awal pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla, program swasembada daging sapi ditargetkan pada 2005, kemudian direvisi 2010. Pada 2010 juga tidak akan tercapai karena tidak mungkin dalam dua tahun menambah populasi bibit sapi 1 juta ekor. Selain tidak ada dana, bibit juga tidak ada.

"Mungkin swasembada daging baru kita capai 2014," kata Dirjen Peternakan Tjeppy D Soedjana memprediksi. ton pada tahun 2009.

Sedangkan produksi gula selama periode tersebut akan meningkat dari 2,16 juta ribu ton pada tahun 2005 menjadi 2,85 juta ton pada tahun 2009 atau rata-rata naik 7,09 persen per tahun.

Produksi daging ruminansia besar, yaitu daging sapi akan meningkat dari 392 ribu ton pada tahun 2005 menjadi 441 ribu ton pada tahun 2009 atau rata-rata meningkat 3,01 persen per tahun.

KESIMPULAN: bahwa barangkali tidak mungkin untuk memperbaiki pertanian Indonesia secara signifikan. Karena, tanpa mengubah struktur sosial secara besar-besaran, "Setiap usaha untuk mengubah arah perkembangannya, misalnya menabur pupuk di atas lahan pertanian di Jawa yang sangat sempit, irigasi modern, cocok tanam padat karya dan diversifikasi tanaman, hanya akan menumbuhkan satu hal: paralisis."

REFERENSI: http://forum.detik.com/keberhasilan-semu-sby-di-sektor-pertanian-perspektif-pertanian-indonesia-t104426.html
http://vibizdaily.com/detail/nasional/2009/04/19/Swasembada_Pangan_Di_Era_Pemerintahan_SBY

PENANAMAN MODAL ASING DAN USAHA KECIL MENEGAH

PENDAHULUAN
puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas ini. Tidak lupa saya ucapkan kepada guru pembimbing yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis angat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga sengan selesainya tugas ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman. Amin!

PEMBAHASAN
dalam materi kali ini saya akan membahas tentang pengertian penanaman modal asing dan usaha kecil menengah, “Penanam Modal Asing adalah Penanaman Modal Asing secara langsung yang dilangsungkan atau berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang No.1 Tahun 1967 tentang Penanam Modal Asing dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung resiko di penanaman modal tersebut.” sedangkan usaha kecil menengah, mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan usaha yang berdiri sendiri. Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.”

PENANAMAN MODAL ASING DAN USAHA KECIL MENENGAH
-PENANAMAN MODAL ASING
Definisi Penanam Modal Asing (PMA) berdasarkan Undang-undang No. 11 Tahun 1970 tentang Penanam Modal Asing, adalah sebagai berikut :
“Penanam Modal Asing adalah Penanaman Modal Asing secara langsung yang dilangsungkan atau berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang No.1 Tahun 1967 tentang Penanam Modal Asing dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung resiko di penanaman modal tersebut.”
Sedangkan berdasarkan Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, adalah sebagai berikut :
“Penanam Modal Asing adalah Kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri”
Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan di atas, maka pengertian dari Penanam Modal Asing (PMA) pada dasarnya sama yaitu suatu kegiatan menanam modal yang dilakukan oleh pihak asing/penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.

Pertanian Menulis :Dari Pertanian Oleh Petani Untuk Pertanian
Pengertian penanaman modal asing meliputi penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung risiko dari penanaman modal tersebut. perusahaan yang dimaksud dalam pasal 1 yang dijalankan untuk seluruhnya atau bagian terbesar di Indonesia sebagai kesatuan perusahaan tersendiri harus berbentuk Badan Hukum menurut Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia


PETA KONSEP:
Penanaman Modal asing
1. Pengertian Penanaman Modal Asing
2. Bentuk Hukum, Kedudukan dan Daerah Berusaha
3. Badan Usaha Modal Asing
4. TenagaKerja
5. Pemakaian Tanah


6. Jangka Waktu Penanaman Modal Asing, Hak Transfer dan Repatriasi

7. Nasionalisasi dan Kompensasi
8. Kerjasama Modal Asing dan Modal Nasional


A. Pengertian Penanaman Modal Asing
Dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1967 ditegaskan bahwa Pengertian penanaman modal asing di dalam Undang-undang ini hanyalah meliputi penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung risiko dari penanaman modal tersebut.
Pengertian modal asing dalam Undang-undang ini menurut pasal 2 ialah :
a. alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan Pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia.
b. alat-alat untuk perusahaan, termasuk penemuan-penemuan baru milik orang asing dan bahan-bahan, yang dimasukkan dari luar ke dalam wilayah Indonesia, selama alat-alat terse-but tidak dibiayai dari kekayaan devisa Indonesia.
c. bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan Undang-undang ini diperkenankan ditransfer, tetapi dipergunakan untuk membiayai perusahaan di Indonesia.
Adapun modal asing dalam Undang-undang ini tidak hanya berbentuk valuta asing, tetapi meliputi pula alat-alat perlengkapan tetap yang diperlukan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, penemuan-penemuan milik orang/badan asing yang dipergunakan dalam perusaha¬an di Indonesia dan keuntungan yang boleh ditransfer ke luar negeri tetapi dipergunakan kembali di Indonesia.


B. Bentuk Hukum, Kedudukan dan Daerah Berusaha
Menurut pasal 3 UPMA perusahaan yang dimaksud dalam pasal 1 yang dijalankan untuk seluruhnya atau bagian terbesar di Indonesia sebagai kesatuan perusahaan tersendiri harus berbentuk Badan Hukum menurut Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Penanaman modal asing oleh seorang asing, dalam statusnya sebagai orang perseorangan, dapat menimbulkan kesulitan/ketidak tegasan di bidang hukum Internasional. Dengan kewajiban bentuk badan hukum maka dengan derai-kian akan mendapat ketegasan mengenai status hukumnya yaitu badan hukum Indonesia yang tunduk pada hukum Indonesia. Sebagai badan hukum terdapat ketegasan tentang modal y ditanam di Indonesia.
Pemerintah menetapkan daerah berusaha perusahaan-perusa-haan modal asing di Indonesia dengan memperhatikan perkembangan ekonomi nasional maupun ekonomi daerah, macam perusahaan. besarnya penanaman modal dan keinginan Ekonomi Nasional dan Daerah (Pasal 4). Dengan ketentuan ini maka dapat diusahakan pembangunan yang merata di seluruh wilayah Indonesia dengar,

C. Badan Usaha Modal Asing
Dalam pasal 5 UPMA disebutkan, bahwa :
a) Pemerintah menetapkan perincian bidang-bidang usaha yang terbuka bagi modal asing menurut urutan prioritas, dan menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh penanam-an modal asing dalam tiap-tiap usaha tersebut.
b) Perincian menurut urutan prioritas ditetapkan tiap kali pada waktu Pemerintah menyusun rencana-rencana pembangunan jangka menengah dan jangka panjang, dengan memperhatikan perkembangan ekonomi serta teknologi.
Bidang-bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal asing secara penguasaan penuh ialah bidang-bidang yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak menurut pasal 6 UPMA adalah sebagai berikut :
a. pelabuhan-pelabuhan
b. produksi, transmisi dan distribusi tenaga listrik untuk umum
c. telekomunikasi
d. pelayaran
e. penerbangan
f. air minum
g. kereta api umum
h. pembangkit tenaga atom
i. mass media.

D. TenagaKerja
Menurut pasal 9 UPMA pemilik modal mempunyai wewenang sepenuhnya untuk menentukan direksi perusahaan-perusahaan di mana modalnya ditanam.
Kepada pemilik modal asing diperkenankan sepenuhnya menetapkan direksi perusahaannya. Kiranya hal demikian itu sudah sewajarnya karena penanaman modal asing ingin menyerahkan pengurusan modal kepada orang yang dipercayanya. Dalam hal kerjasama antara modal asing dan modal nasional direksi ditetap-kan bersama-sama.
Dalam pasal 10 ditegaskan, bahwa perusahaan-perusahaan modal asing wajib memenuhi kebutuhan akan tenaga kerjanya dengan warganegara Indonesia kecuali dalam hal-hal tersebut pada pasal 11. Sedangkan dalam pasal 11 UPMA disebutkan bahwa perusahaan-perusahaan modal asing diizinkan mendatangkan atau menggunakan tenaga-tenaga pimpinan dan tenaga-tenaga ahli warganegara asing bagi jabatan-jabatan yang belum dapat diisi dengan tenaga kerja warga negara Indonesia.
Perusahaan-perusahaan modal asing berkewajiban menyeleng-garakan atau menyediakan fasilitas-fasilitas latihan dan pendidikan di dalam atau di luar negeri secara teratur dan terarah bagi warganegara Indonesia dengan tujuan agar berangsur-angsur tenaga-tenaga warga negara asing dapat diganti oleh tenaga-tenaga warga negara Indonesia.

E. Pemakaian Tanah
Dalam pasal 14 UPMA disebutkan, bahwa untuk keperluan perusahaan-perusahaan modal asing dapat diberikan tanah dengan hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai menurut peraturan perundangan yang berlaku.
Ketentuan pasal 14 ini yang memungkinkan diberikannya tanah kepada perusahaan-perusahaan yang bermodal asing bukan saja dengan hak pakai, tetapi juga dengan hak guna bangunan dan hak guna usaha, merupakan penegasan dari apa yang ditentukan di dalam pasal 55 ayat 2 Undang-undang Pokok Agraria, berhubungan dan pasal 10, 62 dan 64 Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/ 1969.
Sesuai dengan ketentuan Undang-undang Pokok Agraria pasal 35, pasal 29 dan pasal 41, maka hak guna bangunan tersebut dapat diberikan dengan jangka waktu paling lama 30 tahun, yang meng-ingat keadaan perusahaan dan bangunannya dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun. Hak guna usaha dapat diberikan dengan jangka waktu paling lama 25 tahun.
Kepada perusahaan-perusahaan yang berhubungan dengan macam tanaman yang diusahakannya memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan hak guna usaha dengan jangka waktu hak guna usaha tersebut dapat diperpanjang paling lama 25 tahun. Hak pakai diberikan dengan jangka waktu menurut keperluannya, dengan mengingat pembatasan-pembatasan bagi hak guna bangunan dan hak guna usaha tersebut di atas.

F. Jangka Waktu Penanaman Modal Asing, Hak Transfer dan Repatriasi
Pasal 18 UPMA menegaskan, bahwa dalam setiap izin penanaman modal asing ditentukan jangka waktu berlakunya yang : tidak melebihi 30 (tigapuluh) tahun.
Selanjutnya (menurut Penjelasan Pasal 18 UPMA) diadakan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a. Perusahaan Modal Asing harus mengadakan pembukaan ter-sendiri dari modal asingnya;
b. Untuk menetapkan besarnya modal asing maka jumlahnya harus dikurangi dengan jumlah-jumlah yang dengan jalan repatriasi telah ditransfer;
c. Tiap tahun perusahaan diwajibkan menyampaikan kepada Pemerintah suatu ikhtisar dari modal asingnya.
Mengenai hak transfer, dalam pasal 19 UPMA ditetapkan sebagai berikut :
1) Kepada perusahaan modal asing diberikan hak transfer dalam valuta asing dari modal atas dasar nilai tukar yang berlaku untuk :
a. Keuntungan yang diperoleh modal sesudah dikurangi pajak-pajak dan kewajiban-kewajiban pembayaran lain;
b. biaya-biaya yang berhubungan dengan tenaga asing yang dipekerjakan di Indonesia;
c. biaya-biaya lain yang ditentukan lebih lanjut;
d. penyusutan atas aht-alat perlengkapan tetap;
e. kompensasi dalam hal nasionalisasi.
2) Pelaksanaan transfer ditentukan lebih lanjut oleh Pemerintah.
modal asing. Dirasakan adil apabila perusahaan-perusahaan yang menggunakan modal asing tidak diperbolehkan merepatriasi modalnya mentransfer penyusutan selama perusahaan-perusahaan itu masih memperoleh kelonggaran-kelonggaran perpajakan dan pungutan-pungutan lain. Perlu diterangkan bahwa transfer keuntungan modal asing dapat dilakukan juga selama perusahaan itu memperoleh kelonggaran-kelonggaran perpajakan dan pungutan-pungutan lain.

G. Nasionalisasi dan Kompensasi
Pemerintah tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi/pencabutan hak milik secara menyeluruh atas perusahaan-perusahaan modal asing atau tindakan-tindakan yang mengurangi hak menguasai atau mengurus perusahaan yang bersangkutan.kecuali jika dengan Undang-undang dinyatakan kepentingan Negara menghendaki tindakan demikian (Pasal 21).
Jika diadakan tindakan seperti tersebut pada pasal 21 maka Pemerintah wajib memberikan kompensasi/gantirugi yang jumlah, macam dan cara pembayarannya disetujui oleh kedua belah pihak sesuai dengan asas-asas hukum internasional yang berlaku. Apabila antara kedua belah pihak tidak terdapat persetujuan mengenai jumlah, macam dan cara pembayaran kompensasi tersebut maka akan diadakan arbitrasi yang putusannya mengikat kedua belah pihak.
Untuk menjamin ketenangan bekerja modal asing yang ditanam di Indonesia maka dalam pasal ini ditetapkan bahwa Pemerintah tidak akan melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan modal asing, kecuali jika kepentingan negara menghendakinya. Tindakan demikian itu hanya dapat dilakukan dengan Undang-undang serta dengan pemberian kompensasi menurut prinsip-prinsip Hukum Internasional.

H. Kerjasama Modal Asing dan Modal Nasional
UPMA daJam pasal 23 menegaskan, bahwa daJam bidang-bidang usaha yang terbuka bagi modal asing dapat diadakan kerja-sama antara modal asing dengan modal nasional dengan mengingat ketentuan dalam pasal 3 di atas.
Pemerintah menetapkan lebih lanjut bidang-bidang usaha, bentuk-bentuk dan cara-cara kerjasama antara modal asing dan modal nasional dengan memanfaatkan modal dan keahlian asing dalam bidang ekspor serta produksi barang-barang dan jasa-jasa.
Pengertian modal nasional dalam Undang-undang ini meliputi modal Pemerintah Pusat dan Daerah, Koperasi dan modal swasta nasional.
Adapun keuntungan yang diperoleh perusahaan modal asing sebagai hasil kerjasama antara lain modal asing dan modal nasional tersebut pada pasal 23 setelah dikurangi pajak-pajak serta" kewajiban-kewajiban lain yang harus dibayar di Indonesia, diizinkan untuk ditransfer dalam valuta asli dari modal asing yang bersangkutan seimbang dengan bagian modal asing yang ditanam (Pasal 24).
Pertanian Oleh Petani Untuk Pertanian

-Usaha Kecil dan Menengah
Usaha Kecil dan Menengah disingkat UKM adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan usaha yang berdiri sendiri. Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.”
Kriteria usaha kecil menurut UU No. 9 tahun 1995 adalah sebagai berikut: 1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha 2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu Miliar Rupiah) 3. Milik Warga Negara Indonesia 4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar 5. Berbentuk usaha orang perorangan , badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.
Di Indonesia, jumlah UKM hingga 2005 mencapai 42,4 juta unit lebih.
Pemerintah Indonesia, membina UKM melalui Dinas Koperasi dan UKM, di masing-masing Provinsi atau Kabupaten/Kota.

KESIMPULAN: PENANAMAN MODAL ASING dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung resiko di penanaman modal tersebut.
USAHA KECIL MENENGAH, Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha 2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu Miliar Rupiah) 3. Milik Warga Negara Indonesia 4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar 5. Berbentuk usaha orang perorangan , badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

REFERENSI: http://petanitangguh.blogspot.com/2010/06/penanaman-modal-asing.html
http://makalah-ip.blogspot.com/2011/03/pengertian-penanaman-modal-asing.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Usaha_Kecil_dan_Menengah

Jumat, 08 April 2011

pembangunan ekonomi daerah

PENDAHULUAN
puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas ini. Tidak lupa saya ucapkan kepada guru pembimbing yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis angat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga sengan selesainya tugas ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman. Amin!

PEMBAHASAN
dalam materi kali ini saya akan membahas tentang pembangunan ekonomi daerah Perencanaan pembangunan ekonomi daerah bisa dianggap sebagai perencanaan untuk memperbaiki penggunaan sumberdaya publik yang tersedia didaerah tersebut dan untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam menciptakan nilai sumberdaya swasta secara bertanggung jawab.


Pengertian Pembangunan Ekonomi Daerah
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. (Lincolin Arsyad, 1999)

Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang berdasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang kegiatan ekonomi.

Pembangunan ekonomi daerah suatu proses yaitu proses yang mencakup pembentukan-pembentukan institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikam kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pemngetahuan, dan pengembangan perusahaan-perusahan baru.

Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tesebut, pemerintah daerah dan masyarakat harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan dengan menggunakan sumberdaya yang ada harus menafsir potensi sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah. (Lincolin Arsyad, 1999)

Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah
Perencanaan pembangunan ekonomi daerah bisa dianggap sebagai perencanaan untuk memperbaiki penggunaan sumberdaya publik yang tersedia didaerah tersebut dan untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam menciptakan nilai sumberdaya swasta secara bertanggung jawab.

Pembangunan ekonomi yang efisien membutuhkan secara seimbang perencanaan yang lebih teliti mengenai penggunaan sumber daya publik dan sektor swasta : petani, pengusaha kecil, koperasi, pengusaha besar, organisasi sosial harus mempunyai peran dalam proses perencanaan.

Ada tiga (3) impilikasi pokok dari perencanaan pembangunan ekonomi daerah:
Pertama, perencanan pembangunan ekonomi daerah yang realistik memerlukan pemahaman tentang hubungan antara daerah dengan lingkungan nasional dimana daerah tersebut merupakan bagian darinya, keterkaitan secara mendasar antara keduanya, dan konsekuensi akhir dari interaksi tersebut.

Kedua, sesuatu yang tampaknya baik secara nasional belum tentu baik untuk daerah dan sebaliknya yang baik di daerah belum tentu baik secara nasional.

Ketiga, Perangkat kelembagaan yang tersedia untuk pembangunan daerah, misalnya administrasi, proses pengambilan keputusan, otoritas biasanya sangat berbeda pada tingkat daerah dengan yang tersedia pada tingkat pusat. Selain itu, derajat pengendalian kebijakan sangat berbeda pada dua tingkat tersebut. Oleh karena itu perencanaan darah yang efektif harus bisa membedakan apa yang seyogyanya dilakukan dan apa yang dapat dilakukan, dengan menggunakan sumber daya pembangunan sebaik mungkin yang benar-benar dapat dicapai, dan mengambil manfaat dari informasi yang lengkap yang tersedia pada tingkat daerah karena kedekatan para perencananya dengan obyek perencanaan.

KESIMPULAN
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. (Lincolin Arsyad, 1999)

REFERENSI
http://sobatbaru.blogspot.com/2010/05/pengertian-pembangunan-ekonomi-daerah.html