Kasus
yang menimpa Ketua Mahkamah Konstitusi seakan menyayat hati masyarakat,
begitu kejam dan tidak berperikemanusiaan. Rakyat hanya menjadi objek
pemuas kekuasaan. Kasus tersebut seakan membuka mata kita semua bahwa
para penegak keadilan kita tak ubahnya adalah para penjilat. Sikap
visioner dan revolusioner tidak lagi melebur dalam hati para penegak
keadilan di negeri ini. Etika sebagai penegak hukum dan keadilan
dinegeri ini sudah hilang.
Kasus tersebut dapat kita pelajari dari etika-etika sebagai penegak hukum dan keadilan.
a.Etika Deontologi
Yaitu Menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik.
Tiga prinsip yang harus dipenuhi :
-Supaya suatu tindakan punya nilai moral, tindakan itu harus dijalankan berdasarkan kewajiban.
-Nilai
moral dari tindakan itu tidak tergantung pada tercapainya tujuan dari
tindakan itu melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong
seseorang untuk melakukan tindakan itu-berarti kalaupun tujuannya tidak
tercapai, tindakan itu sudah di nilai baik.
-Sebagai
konsekuensi dari kedua prinsip itu, kewajiban adalah hal yang niscaya
dari tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum moral
universal.
Kasus
diatas ditinjau dari segi etika deontologi, jelas-jelas salah, karena
kewajiban sebagai penegak hukum dan keadilan adalah untuk menegakkan
hukum, bukan malah mempermainkan hukum.
b.Etika Teleologi
Yaitu
mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau
dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan
oleh tindakan itu. Misalnya, mencuri bagi etika teleologi tidak dinilai
baik atau buruk berdasarkan baik buruknya tindakan itu sendiri,
melainkan oleh tujuan dan akibat dari tindakan itu.
Kasus
diatas ditinjau dari etika teleologi tindakan jaksa tersebut juga tidak
bisa dibenarkan, karena tujuannya memperkaya diri dengan cara merugikan
orang lain, dan menyalahgunakan jabatannya, jelas-jelas melanggar kode
etik seorang penegak hukum dan keadilan.
c.Teori Hak
Hak merupakan milik seseorang yang harus atau wajib dipenuhi oleh pihak lain, apakah itu oleh individu ataupun oleh lembaga.
Kasus
Ketua MK tersebut ditinjau dari teori hak, hak dari seorang hakim ketua
Mahkamah Konstitusi adalah menerima gaji dan tunjangan lainnya yang sah
sesuai dengan hukum. Jadi kasus diatas tidak bisa dibenarkan dari teori
hak. Suap yang diterimanya bukan termasuk haknya, tetapi suap tersebut
merupakan tindak kejahatan terhadap Negara.
Ditinjau
dari sosial budaya masyarakat dari setiap daerah yang ada di negara ini
bahwa tindakan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut tidak ada bisa
memberi toleransi, semua lapisan masyarakat memandang bahwa tindakan
tersebut tidak punya etika karena telah merugikan negara dan menurunkan
kepercayaan masyarakat akan penegakan hukum.
Kasus
suap yang menimpa Ketua Mahkamah Konstitusi termasuk kejahatan dalam
bidang Administrasi. Kejahatan tersebut berupa penyalahgunaan wewenang
kekuasaan kehakiman dari seorang ketua Mahkamah Konstitusi yang
seharusnya memberikan keadilan justru menghianati keadilan.
Mahkamah
Konstitusi sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 Pasal 24 ayat (1), (2), dan (3) UUD 1945 menyatakan bahwa :
1.kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
2.kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan-badan
peradilan dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata
usaha negara dan oleh sebuah mahkamah konstitusi.
3.badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.
Penegasan
dan penjabaran pengertian kekuasaan kehakiman dalam Pasal 24 UUD 1945
tersebut dituangkan dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 14 Tahun 1970
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman jo. Pasal 1
Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman jo. Pasal 1
Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang
menyatakan :
“Kekuasaan
Kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.”
Dari
penjelasan pasal diatas dapat dinyatakan bahwa perilaku yang ditunjukan
oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (Akil Muchtar) sebagai penegak hukum dan
keadilan bertentangan dengan undang – undang dasar Negara Republik
Indonesia.
Kewenangan-kewenangan Mahkamah Konstitusi dapat dilihat dari Perubahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merumuskan
kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagaimana tercantum dalam Pasal
24C ayat (1) .
(1)Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk :
1)menguji undang-undang ter-hadap Undang-Undang Dasar
2)memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar;
3)memutus pembubaran partai politik;
4)memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Dalam kasus ini Ketua Mahkamah Konstitusi menyalahgunakan kewenangan-kewenangannya dalam hal memutus perselisihan sengketa
pemilihan kepala daerah di Lebak. Dalam hal ini jika dikorelasikan
dengan pasal 24 ayat (1) yang berbunyi “kekuasaan kehakiman merupakan
kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan. Jelas apa yang dilakukan oleh Ketua Mahkamah
Konstitusi tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Negara Republik
Indonesia pasal 24 ayat (1) dan pasal 24C ayat (1) karena yang dilakukan
tidak mengandung unsur-unsur keadilan sebagaimana tertuang dalam pasal
tersebut.
Hal ini tak lain adalah
merupakan hasil dari kemerosotan dan profesionalisme seorang penengak
hukum dan keadilan. Semoga hal ini tidak membuat masyarakat
berlarut-larut dalam ketidak percayaannya terhadap aparat penegak hukum
dan masyarakat bisa membangun kembali kepercayaan terhadap para aparat
penegak hukum dan keadilan yang telah tercederai dengan adanya kasus
ini.
Demikian analisis yang dapat saya sampaikan semoga bermanfaat .